I.
PENGERTIAN DASAR MANAJEMEN
1.
Pengertian
Manajemen
Banyak ahli telah mengemukakan pendapatnya mengenai definisi
atau pengertian manajemen. Beberapa di antaranya merumuskan manajemen sebagai
berikut :
a)
Stoner & Wankel : Manajemen
adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan
usaha-usaha anggota organisasi dan proses penggunaan sumber daya organisasi
untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang sudah ditetapkan.
b)
Terry : Manajemen adalah proses
tertentu yang terdiri dari kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
menggerakkan sumberdaya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Masih banyak lagi definisi atau pengertian yang
diberikan oleh para ahli mengenai manajemen, namun demikian dari sekian banyak
definisi tersebut dapat dikatakan bahwa permasalahan manajemen berkaitan dengan
usaha untuk memelihara kerjasama sekelompok orang dalam satu kesatuan serta
usaha memanfaatkan sumber daya yang lain untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian sebenarnya kegiatan manajemen
itu hampir selalu ada pada setiap kegiatan manusia, sebab sebagai makhluk
sosial manusia akan selalu berusaha berkumpul dan bekerja sama.
Jika dilihat dari pengertian paling mendasar dari
organisasi, maka dapat dikatakan bahwa untuk menjalankan suatu organisasi,
apapun bentuk organisasi tersebut, dibutuhkan manajemen.
2.
Unsur-unsur
Manajemen
Dari pengertian manajemen di atas dikemukakan bahwa
manajemen adalah suatu proses untuk memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber
daya lain untuk mencapai tujuan tertentu. Sumber daya manusia dan sumber daya
yang lain yang diperlukan tersebut disebut sebagai unsur-unsur manajemen.
Lebih lengkapnya, unsur-unsur manajemen ini dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Manusia (man).
2. Bahan (materials).
3. Mesin (machines).
4. Metode/cara
kerja (methods).
5. Modal uang (money).
Unsur-unsur ini dikenal pula sebagai 5 m, bila
dinyatakan dalam bahasa Inggris. Bahan (materials) tidak harus diartikan
sebagai logam seperti dalam industri manufaktur logam misalnya. Ia juga bisa
berarti informasi yang diolah misalkan dalam manajemen perkantoran.
Berkenaan dengan unsur-unsur atau sumber daya ini
harus diingat bahwa semua itu tidak tersedia secara berlimpah. Ada keterbatasan
yang mengakibatkan pemanfaatannya harus dilakukan sehemat dan secermat mungkin.
Dengan demikian proses manajemen yang baik harus bisa memanfaatkan keterbatasan
tersebut untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3.
Tingkat
Manajemen
Suatu organisasi mempunyai tingkatan-tingkatan
tertentu yang berbeda satu sama lain. Ada tingkatan organisasi yang bersifat
operasional atau pelaksanaan misalkan dalam suatu kegiatan industri adalah
operator-operator mesin, ada tingkatan yang bersifat strategis misalkan
direksi.
Berdasarkan tingkatan-tingkatan organisasi inilah
dapat dibedakan pula tingkatan manajemen. Pada dasarnya terdapat tiga tingkatan
manajemen, yaitu :
a)
Manajemen tingkat terbawah (first
line management) yaitu tingkatan manajemen pada tingkat bawah dari suatu
organisasi. Pada tingkatan ini manajemen berfungsi mengarahkan pekerja-pekerja operasional.
Jika dilihat dari segi perencanaan yang dibuat pada tingkatan ini maka
jangkauan perencanaan yang dibuat biasanya hanya melingkupi jangka waktu
harian. Mandor-mandor berada dalam tingkatan manajemen ini.
b)
Manajemen tingkat menengah (middle
management) adalah tingkatan manajemen yang berfungsi mengarahkan
kegiatan dari manajemen terbawah. Perencanaan yang dibuat di sini jangkauan
waktunya bersifat menengah.
c)
Manajemen tingkat atas (top
management) adalah tingkatan paling tinggi dari manajemen yang
biasanya terdiri atas beberapa orang saja. Jangkauan perencanaan yang dibuat di
sini bersifat strategis dan meliputi kurun waktu rencana jangka panjang.
4.
PERKEMBANGAN
ILMU MANAJEMEN
Jika dilihat hakekatnya, sebenarnya proses manajemen atau
kegiatan bermanajemen sudah dilakukan orang sejak dahulu, yaitu sejak manusia
mulai merasa perlu untuk membentuk kelompok untuk bekerja sama dalam mencapai
tujuan yang diinginkan. Namun sebagai disiplin ilmu, manajemen belum cukup lama
berkembang. Dapat dikatakan revolusi industri merupakan tonggak awal
perkembangan ilmu manajemen. Perubahan cara berproduksi menjadi produksi masal
menimbulkan pemikiran untuk mengelola usaha produksi tidak dengan cara
'coba-coba' lagi. Dan masa-masa selanjutnya muncul banyak hal yang mendorong
perkembangan ilmu manajemen hingga mencapai kondisi seperti saat ini.
Secara kronologis, perkembangan ilmu manajemen dan
sebab-sebab yang melatar belakanginya dapat dikemukakan sebagai berikut :
a)
Menajemen Ilmiah (Scientific
Management)
Manajemen Ilmiah dipelopori oleh seorang Amerika
bernama F.W. Taylor. Setelah revolusi industri yang mengakibatkan perubahan
struktur industri di Amerika timbul masalah peningkatan produktivitas. Pada
saat itu banyak orang melihat bahwa peningkatan produktivitas suatu sistem
produksi dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi tenaga kerjanya.
Pendapat
Taylor bahwa persoalan manajemen dapat dipecahkan secara ilmiah dimulai dengan
penelitian yang dilakukan pada sebuah pabrik baja tempat Taylor bekerja. Taylor
mengembangkan teknik-teknik pengukuran waktu kerja untuk menganalisis suatu
pekerjaan. Dalam penelitian waktu kerja tersebut, Taylor memecah
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan seorang pekerja menjadi elemen-elemen kerja
tertentu. Taylor kemudian menetapkan kecepatan kerja yang terbaik yang harus
dilakukan dan menetapkan juga metode kerja yang terbaik yang harus dilakukan
dan menetapkan juga metode yang terbaik berdasarkan elemen-elemen kerja
tersebut. Waktu pengerjaan yang menjadi standar tersebut akhirnya membawa
Taylor pada konsep pemberian upah kerja perangsang. Bonus akan diberikan bagi
pekerja yang bisa kerja melebihi standar kerja yang telah ditentukan. Dengan
cara ini Taylor mengharapkan produktivitas pekerja meningkat. Selain konsep
upah perangsang tersebut, Taylor juga mengemukakan pemikiran tentang pengaturan
jam dan frekuensi istirahat pekerja.
Secara garis
besar pendekatan Taylor dalam pemecahan masalah-masalah manajemen berorientasi
pada pendekatan ilmiah yang memiliki pola sebagai berikut :
a. Identifikasi persoalan.
b. Pengumpulan informasi persoalan melalui
pengamatan.
c. Perumusan hipotesis awal.
d. Pembuktian hipotesis.
e. Pemecahan persoalan.
Taylor-lah
yang memulai prinsip pemecahan masalah manajemen secara ilmiah sehingga aliran
manajemennya disebut manajemen ilmiah (scientific management).
Pendapat-pendapat
Taylor ini banyak diikuti orang pada masa itu, terlebih-lebih setelah ia
membukukan hasil penelitiannya dalam buku Shop Management and The Principles
of Scientific Management. Pada dasarnya prinsip-prinsip dalam manajemen
ilmiah yang dikembangkan Taylor adalah :
1.
Pemakaian cara-cara ilmiah dalam
pemecahan masalah-masalah manajemen sebagai ganti cara coba-coba.
2.
Pemilihan pekerja secara ilmiah
dengan tujuan penyesuaian kemampuan pekerja & spesifikasi
jabatan/pekerjaan.
3.
Pengembangan kerja sama yang baik
antara manajer dengan pekerja.
Pemikiran-pemikiran
mengenai manajemen ilmiah ini diperkaya dengan pendapat-pendapat para ahli
lainnya. Salah satu yang terkenal adalah pasangan suami-istri Frank B. dan
Lilian M. Gilbreth yang mengembangkan studi gerakan (motion study) untuk
perbaikan metode kerja.
Dengan
demikian dapat dilihat bahwa perkembangan manajemen secara formal dimulai dari
dunia industri. Namun demikian prinsip-prinsip yang dikembangkan di sini dapat
pula dipakai dalam bidang-bidang lain selain industri.
Banyak
sumbangan positif yang diberikan oleh aliran manajemen ini, seperti pengukuran
waktu kerja dan konsep-konsep penetapan efisiensi, yang sampai saat ini masih
digunakan. Selain sumbangan positif yang diberikan aliran ini mempunyai
beberapa kelemahan. Kelemahan paling menonjol yang dirasakan adalah dalam
masalah "memanusiakan pekerja". Manajemen ilmiah dinilai memandang
pekerja semata-mata hanya sebagai obyek kerja saja. Pendapat yang menyatakan
bahwa bonus untuk kelebihan kerja akan dapat mendorong produktivitas kerja,
ternyata tidak selamanya benar. Walaupun sudah diberikan bonus ternyata
perbaikan produktivitas yang dihasilkankan kurang memadai. Kenyataan inilah
yang kemudian mendorong pemikiran-pemikiran baru di kalangan ilmuwan manajemen.
b)
Pendekatan Hubungan Manusia (Human
Relation Behavioral Approach)
Masalah
manusia yang tidak dapat dijawab oleh pendekatan manajemen ilmiah menjadi
pendorong bagi perkembangan ilmu manajemen berikutnya. Bersamaan dengan itu
berkembang pula ilmu psikologi industri, yang dipelopori oleh Hugo Munsterberg,
dan ilmu sosiologi yang ikut memberi pengaruh pada ilmu manajemen.
Ditinjau
dari sudut hubungan antar manusia (human relations) praktek manajemen
dapat dilihat sebagai pola hubungan antara manajer (atasan) dengan bawahannya.
Kondisi efisiensi kerja yang rendah merupakan petunjuk adanya hubungan yang
buruk antara bawahan dan atasan. Atasan harus mengetahui faktor-faktor sosial
dan faktor-faktor lain yang dapat memotivasi bawahan agar ia dapat membina
hubungan yang lebih baik dengan bawahannya.
Pelopor dari
aliran manajemen ini adalah Elton Mayo. Mayo merumuskan pendapatnya melalui
serangkaian penelitian yang sangat dikenal, yaitu The Hawthorne Experiments.
Berdasarkan penelitian tersebut, Mayo yang dibantu juga oleh beberapa temannya
mengemukakan beberapa hasil temuannya, antara lain :
1.
Perangsang finansial atau bonus yang
tidak selamanya akan meningkatkan produktivitas pekerja.
2.
Perilaku manajemen, dalam hal ini
manajer atau pengawas, juga mempengaruhi produktivitas pekerja. Perhatian
pengawas pada bawahannya bisa memberi pengaruh baik pada produktivitas kerja.
3.
Kelompok informal dalam lingkungan
pekerja yang berfungsi sebagai lingkungan sosial pekerja juga mempengaruhi
produktivitas pekerja.
Dalam
perkembangannya, pendekatan hubungan antar manusia (human relation) ini
berkembang menjadi ilmu perilaku (behavior science), dan pendekatannya
dalam manajemen menjadi pendekatan perilaku. Pengikut aliran ini memandang
praktek-praktek manajemen sebagai rangkaian pola tingkah laku manusia yang
berperan di dalamnya. Berdasarkan pandangan tersebut, aliran manajemen ini
tidak lagi melihat manusia sebagai manusia rasional dan ekonomis (rational-economic-man)
tetapi melihat manusia sebagai makhluk sosial (social-man). Kebutuhan
manusia tidak hanya kebutuhan fisiologis saja (makan, rumah, pakaian) tetapi
mencakup juga kebutuhan-kebutuhan lain seperti keinginan untuk diterima dan
dihargai oleh orang lain yang harus dipenuhi juga dalam bekerja.
Dalam
praktek manajemen, pendekatan perilaku banyak memberikan perbaikan dari segi
kemanusiaan. Penemuan-penemuan yang
dihasilkan pendekatan ini seperti tentang bagaimana munculnya motivasi orang,
bagaimana kelompok berperilaku, bagaimana hubungan antar individu terjadi dalam
bekerja, menyebabkan makin diperbaikinya cara-cara berhubungan antara atasan
dengan bawahannya. Ini berarti gaya manajer mengalami perubahan dan akibatnya
terjadi pula perubahan pada pola pelatihan manajemen (management training).
Kelemahan-kelemahan
ternyata juga ada dalam pendekatan manajemen ini. Hasil-hasil penelitian dengan
ilmu perilaku (behavioral science) ini seringkali sulit diterapkan
dengan praktis. Lebih dari itu tingkah laku manusia itu sendiri sangat rumit,
sehingga sangat sulit untuk dipelajari.
c)
Penyelidikan Operasional (Management
Science)
Perang Dunia
II juga memberi pengaruh pada perkembangan ilmu manajemen. Pada saat itu pihak sekutu
tengah mengembangkan teknik-teknik optimasi “penyelidikan operasional” (operations
research) untuk menghadapi pasukan kapal selam pihak Jerman. Ketika perang
selesai ternyata teknik-teknik optimasi yang dikembangkan tersebut dapat
dipakai dalam dunia industri, bahkan selanjutnya terjadi pengembangan
terus-menerus dalam teknik optimasi tersebut. Perkembangan inilah yang kemudian
mempengaruhi perkembangan ilmu manajemen.
Penyelidikan
operasional dikenal juga sebagai aliran kuantitatif dalam manajemen. Berbeda
dengan aliran-aliran sebelumnya, aliran ini memanfaatkan matematika sebagai
alat untuk memecahkan persoalan-persoalan manajemen. Aliran ini memandang
manajemen sebagai suatu kesatuan logis dari tindakan-tindakan yang dapat
dinyatakan secara matematis dan dapat diukur. Menurut aliran ini persoalan
dalam manajemen adalah :
a. Optimasi masukan-keluaran.
b. Permodelan persoalan secara matematis.
Sebagai
contoh, misalkan ingin dicapai penghematan biaya produksi tanpa mengurangi mutu
produk tersebut. Dengan mengadakan optimasi variabel-variabel yang mempengaruhi
biaya produksi (masukan) seperti biaya untuk bahan, biaya untuk tenaga kerja,
yang dengan sendirinya mempengaruhi mutu produk, maka tujuan yang diinginkan
dapat dicapai.
Teknik-teknik
yang dikembangkan dalam penyelidikan operasional ini tidak hanya dipakai dalam
sistem produksi. Metode Lintasan Kritis atau Critical Part Method (CPM)
dan Teknik Evaluasi Revisi Proyek atau Project Evaluation and Review
Technique (PERT) adalah metode yang dikembangkan dengan
pendekatan ini yang dimanfaatkan dalam manajemen proyek.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa teknik-teknik kuantitatif tersebut merupakan alat yang sangat
tangguh untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam manajemen. Namun demikian,
pemecahan tersebut hanya terbatas pada masalah manajemen yang bersifat
kuantitatif seperti persediaan, perencanaan produksi, dan lain-lain. Bila
masalah yang dihadapi sangat komprehensif sehingga sulit untuk
dikuantitatifkan, maka pendekatan ini sulit diterapkan.
d)
Manajemen Dengan Pendekatan Sistem
Perkembangan
teknologi menyebabkan semakin rumitnya sistem produksi dan semakin pendeknya
umur suatu produk. Selain itu penyebaran teknologi yang begitu cepat, ditambah
dengan adanya perdagangan yang bebas menyebabkan makin ketatnya persaingan,
tidak lagi antar perusahaan dalam satu negara melainkan sudah mencapai
tingkatan antar negara. Hal ini menuntut pengelolaan usaha yang makin baik,
yang dengan perkataan lain makin mendorong perkembangan ilmu manajemen.
Perkembangan berikutnya dari ilmu manajemen adalah manajemen dengan pendekatan
sistem dan manajemen dengan pendekatan situsional (contingency approach).
Pendekatan
sistem memandang manajemen sebagai suatu sistem. Sistem itu sendiri adalah
suatu kesatuan dari beberapa bagian yang disebut subsistem, dan mempunyai suatu
tujuan tertentu. Setiap sistem memiliki masukan-masukan tertentu dan memiliki
proses transformasi tertentu yang memproses masukan-masukan tersebut menjadi
keluaran-keluaran tertentu. Sistem berada dalam suatu lingkungan tertentu yang
sangat mempengaruhi, dan sifat khas lingkungan adalah sulit untuk dikendalikan.
Misalkan suatu perusahaan dipandang sebagai suatu sistem, maka situasi ekonomi,
dan persaingan, merupakan lingkungan sistem (perusahaan) yang akan mempengaruhi
setiap aktivitas perusahaan dan sulit untuk dikendalikan.
Manajemen
yang baik harus dapat mengendalikan subsistem-subsistem yang dimilikinya dengan
baik dan dapat mengantisipasi perubahan-perubahan yang dapat terjadi dalam
lingkungan. Dengan kata lain, pendekatan ini berusaha melihat
persoalan-persoalan manajemen dalam perspektif kesatuan sebab-akibat yang
bersifat menyeluruh, bukan sebagai satuan-satuan yang terpisah-pisah.
Dalam
prakteknya pendekatan-pendekatan kuantitatif dalam penyelidikan operasional
banyak dipakai dalam pendekatan sistem ini. Dapat dibayangkan betapa rumitnya
penyelesaian yang harus dilakukan mengingat persoalan dilihat dalam perspektif
kesatuan, sehingga komputer banyak dipakai dalam penerapan manajemen dengan
pendekatan sistem ini.
e)
Manajemen Dengan Pendekatan
Situasional (Contingency Approach)
Pengembangan
lebih lanjut dari manajemen dengan pendekatan sistem adalah manajemen dengan
pendekatan situasional. Pendekatan situasional ini dikembangkan berdasarkan
kenyataan bahwa banyak pemecahan masalah manajemen yang efektif di suatu tempat
belum tentu berhasil di tempat lain. Timbul pendapat bahwa faktor-faktor
keadaanlah (situasional factor) yang menyebabkan hal-hal tersebut
terjadi.
Sesuai
dengan prinsipnya, maka tugas dari seorang manajer adalah mencari atau
menentukan teknik-teknik manajemen yang dapat memecahkan persoalan sesuai
dengan tujuan dan situasi yang dihadapi, batasan-batasan, dan jangka waktu yang
tersedia. Sebagai contoh, bila suatu perusahaan ingin meningkatkan
produktivitas pekerjanya, manajemen dengan pendekatan perilaku akan segera
mengusahakan pengembangan motivasi kerja pekerja. Tetapi dengan pendekatan
situasional, pihak manajemen terlebih dahulu akan melihat keadaan pekerja. Bila
pekerja masih belum memiliki keterampilan yang baik, maka manajemen mungkin
akan mengusulkan program penyederhanaan kerja (work simplification).
Sebaliknya jika pekerja sudah terampil program yang mungkin baik dilakukan
bukan penyederhanaan kerja, melainkan pengkayaan kerja (job enrichment).
Dalam
pendekatan ini kecenderungan dalam memandang setiap situasi yang rumit sangat
diperlukan, dan manajerlah yang harus berperan aktif dalam menentukan apa yang
baik bagi situasi yang dihadapinya itu. Pendekatan manajemen situasional ini
dikembangkan oleh beberapa ahli antara lain Fremont Kast, James Rosenzweig,
Robert Kahn, dan lain-lain.
II.
PROSES MANAJEMEN
Setiap
organisasi dapat dipastikan memiliki satu atau beberapa tujuan yang memberikan
arah dan menyatukan pandangan unsur yang terdapat di dalam organisasi tersebut.
Sudah barang tentu tujuan yang akan dicapai di masa yang akan datang tersebut
adalah suatu keadaan yang lebih baik dari pada keadaan sebelumnya. Dalam rangka
pencapaian tujuan-tujuan inilah diperlukan serangkaian kegiatan seperti yang
telah dikemukakan di atas yang lebih dikenal sebagai proses manajemen.
Secara umum
proses manajemen dapat dikelompokkan menjadi :
1. Penetapan
tujuan (goal setting).
2. Perencanaan (planning).
3. Staffing.
4. Pengaturan (Directing).
5. Pengawasan (Supervising).
6. Pengendalian
(controlling).
Untuk
melaksanakan proses-proses manajemen di atas, manajer memerlukan prasarana dan
sarana, di antaranya memerlukan kekuasaan, tujuan orientasi, manusia, serta
sumber daya lainnya. Kekuasaan dibutuhkan oleh seorang manager untuk mempengaruhi
orang lain. Terdapat beberapa jenis kekuasaan yang mungkin diperlukan, di
antaranya adalah :
1. Kekuasaan formal yang terjadi karena suatu
posisi atau jabatan tertentu (Legitimate).
2. Kekuasaan untuk memaksa atau menghukum (Coercive
power).
3. Kekuasaan untuk memberikan penghargaan (Reward
power).
4. Kekuasaan/kekuatan yang bisa menyebabkan orang
lain mengikuti atau melakukan peniruan (Reference power).
5. Kekuasaan yang ditimbulkan oleh keunggulan
pengetahuan, pengalaman, kemampuan, dan keterampilan (Expert power).
1.
Penetapan
Tujuan
Penetapan
tujuan merupakan tahapan paling awal dari suatu proses manajemen. Tujuan
merupakan misi sasaran yang ingin dicapai oleh suatu organisasi di masa yang
akan datang dan manajer bertugas mengarahkan jalannya organisasi untuk mencapai
tujuan tersebut. Effektifitas pencapaian tujuan tersebut, selain ditentukan
oleh kemampuan manajer, juga ditentukan oleh sifat-sifat dari tujuan itu
sendiri. Tujuan yang baik harus memenuhi sifat-sifat sebagai berikut :
1. Spesifik, jelas apa yang ingin dicapai atau
diperoleh.
2. Realistis, bisa dicapai dan bukan sekedar
angan-angan.
3. Terukur, memiliki ukuran-ukuran tertentu
untuk menentukan keberhasilannya.
4. Terbatas waktu, mempunyai batas waktu sebagai
target kapan tujuan tersebut harus bisa dicapai.
Dalam
penetapan tujuan ini terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan yaitu apa
yang disebut dengan pendekatan puncak-bawah (top-down) atau pendekatan
dari atas dan pendekatan bawah-puncak (bottom-up) atau pendekatan dari
bawah.
Dengan
menggunakan pendekatan dari atas puncak-bawah (top-down), tujuan dibuat
terlebih dahulu oleh manajemen lapisan atas. Tujuan yan telah dirumuskan di
sini kemudian dikaji dan dijabarkan lagi oleh lapisan manajemen di bawahnya
untuk kemudian dirumuskan lagi. Begitu seterusnya sampai ke lapisan manajemen
paling bawah sehingga memungkinkan didapatkannya konsistensi tujuan akhir.
Berbeda
dengan pendekatan dari atas, maka pendekatan dari bawah merupakan kebalikan
dari pendekatan tersebut. Penetapan tujuan dimulai dari individu-individu pada
lapisan manajemen bawah. Kemudian dilakukan pengkajian terhadap tujuan-tujuan
tersebut pada lapisan manajemen di atasnya untuk dirumuskan dalam suatu tujuan
tertentu. Begitu seterusnya sampai akhirnya mencapai lapisan manajemen puncak (top
management), tujuan tersebut akhirnya terumuskan sebagai kesepakatan
bersama.
Salah satu
hal yang harus diperhatikan dalam tujuan ini berkenaan dengan tingkatan dalam
organisasi adalah tujuan memiliki hirarki atau tingkatan tertentu pula. Pada
tingkatan organisasi paling atas, dengan kata lain tingkat manajemen puncak,
tujuan bersifat sangat global. Makin ke bawah tingkatan tujuan tersebut makin
terjabarkan sehingga bersifat sangat spesifik dan operasional. Misalkan sebuah
perusahaan bertujuan meningkatkan jumlah keuntungan pada tahun produksi
mendatang. Bagi bagian pemasaran, tujuan tersebut dapat dirumuskan lagi dalam
bentuk sasaran penjualan (misalkan dalam rupiah) tahun mendatang yang harus
dicapai. Pada tingkatan di bawahnya lagi tujuan tersebut dijabarkan lagi dalam penentuan
strategi promosi yang harus dilakukan.
2.
Perencanaan
Perencanaan
merupakan proses pemilihan informasi dan pembuatan asumsi-asumsi mengenai
keadaan di masa yang akan datang untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Terdapat
berbagai bentuk rencana yang pada dasarnya dibedakan menjadi :
1. Kebijaksanaan
(policy),adalah rencana yang menerangkan keseluruhan batasan kegiatan
secara umum dan komprehensif yang menjadi pegangan dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan.
2. Prosedur,adalah rencana yang
menerangkan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu
kegiatan.
3. Metode,adalah rencana yang menerangkan
tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu kegiatan.
4. Standard, yaitu suatu gambaran
pencapaian yang diharapkan dari kegiatan-kegiatan yang direncanakan.
5. Anggaran, yaitu rencana mengenai
penerimaan dan pengeluaran uang dalam suatu kegiatan.
6. Program, adalah rencana komprehensif
yang menyangkut pemakaian sumber daya secara integratif termasuk jadwal
pelaksanaan kegiatan-kegiatan.
Di samping
itu perencanaan juga dapat dilihat dari sudut jangkauan waktu atau kurun (horizon)
perencanaannya. Ada rencana yang jangkauan waktunya panjang atau lebih dikenal
lagi dengan sebutan rencana janka panjang (strategis), misalkan rencana untuk 5
tahun mendatang. Di lain pihak ada rencana yag jangkauan waktunya lebih pendek,
misalkan rencana untuk satu tahun bahkan satu bulan mendatang, yang disebut sebagai
rencana operasional (taktis).
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan dalam menyusun perencanaan secara umum adalah sebagai
berikut :
1. Mendefinisikan persoalan yang
direncanakan dengan jelas dan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2. Mengumpulkan
informasi-informasi yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang mungkin akan
terjadi dalam rangka pencapaian tujuan tersebut.
3. Melakukan analisis terhadap informasi
yang dapat dikumpulkan dan mengklasifikasikannya atas kepentingannya.
4. Menetapkan batasan-batasan perencanaan.
5. Menetapkan alternatif-alternatif
rencana.
6. Memilih rencana yang akan dipakai dari
alternatif-alternatif yang ada.
7. Menyiapkan langkah-langkah pelaksanaan
yang lebih rinci serta penjadwalan pelaksanaannya.
8. Melakukan pemeriksaan ulang (review)
terhadap rencana yang diusulkan sebelum rencana dilaksanakan.
3.
Staffing
Staffing adalah
proses manajemen yang berkenaan dengan pengerahan (recruitment),
penempatan, pelatihan, dan pengembangan tenaga kerja dalam organisasi. Pada
dasarnya prinsip dari tahapan proses manajemen ini adalah menempatkan orang
yang sesuai pada tempat yang sesuai dan pada saat yang tepat (right people,
right position, right time).
Sebelum
mencari orang untuk ditempatkan dalam satu posisi tertentu maka terlebih dahulu
ditetapkan struktur organisasi yang akan dipakai. Masing-masing posisi pada
organisasi tersebut kemudian harus dijelaskan lingkup tugas, tanggung jawab,
dan keahlian serta keterampilan yang diisyaratkan yang dikenal sebagai uraian
jabatan (job description) dan persyaratan jabatan (job requirement).
Berdasarkan kedua hal inilah baru dilakuan proses staffing tersebut.
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan dalam tahapan staffing ini pada dasarnya adalah sebagai
berikut :
1. Perencanaan sumber daya manusia, yaitu
tahapan penentuan akan kebutuhan tenaga kerja dalam suatu organisasi dengan
mempertimbangkan rencana organisasi seperti pengembangan yang akan dilakukan di
samping juga mempertimbangkan faktor
luar seperti kondisi pasar tenaga kerja.
2. Pengerahan tenaga kerja (recruitment),
yang dapat berasal dari pasar tenaga kerja maupun berasal dari promosi dalam
organisasi itu sendiri.
3. Seleksi, yaitu proses pemilihan tenaga kerja
yang sesuai dengan posisi yang akan diisi dari sekumpulan orang yang didapat
dari proses pengerahan tenaga kerja.
4. Pelatihan (training), setelah
didapatkan orang yang sesuai untuk satu posisi tertentu, maka langkah
berikutnya adalah melakukan pelatihan bagi orang tersebut sehingga memenuhi
kualifikasi persyaratan jabatannya.
5. Penilaian kinerja (performance appraisal)
setiap tenaga kerja yang ada untuk melihat kemungkinan promosi, mutasi, atau
bahkan mungkin pemberian hukuman, setelah jangka waktu tertentu (secara
berkala).
4.
PENGATURAN
(Directing)
Pengaturan (directing)
adalah usaha untuk memobilisasi sumber-sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi agar dapat bergerak dalam satu kesatuan sesuai dengan rencana yang
telah dibuat. Dalam tahapan proses ini terkandung usaha-usaha bagaimana
memotivasi orang agar dapat bekerja dengan baik, bagaimana proses kepemimpinan
yang memungkinkan pencapaian tujuan serta dapat memberikan suasana hubungan
kerja yang baik, dan bagaimana mengkoordinasi orang-orang dan kegiatan-kegiatan
dalam suatu organisasi.
Pada dasarnya
dalam bekerja orang memiliki motivasi yang berbeda-beda. Apabila motivasi ini
dapat dikenali dan kemudian dirangsang dengan tepat maka bisa diharapkan orang
tersebut akan memiliki kinerja yang baik. Proses kepemimpinan yang baik harus
memperhatikan aspek motivasi tersebut.
Aspek lain
yang sangat penting dalam pengaturan adalah koordinasi. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan koordinasi antara lain adalah sebagai berikut :
1. Rentang kendali (span of control)
yaitu banyaknya orang yang masih dapat dikendalikan oleh seseorang secara
efektif. Pada dasarnya makin banyak bawahan yang harus dikendalikan maka
koordinasi yang semakin sulit. namun harus pula diingat bahwa jenis pekerjaan
dan tingkat manajemen juga mempengaruhi kemampuan tersebut.
2. Hirarki organisasi sesedikit mungkin sehingga
perintah atau informasi jangan sampai terlambat atau menyimpang.
3. Adanya kesatuan komando.
5.
PENGAWASAN
(Supervising)
Pengawasan
(supervising) didefinisikan sebagai interaksi langsung antar
individu-individu dalam suatu organisasi untuk mencapai kinerja serta tujuan
organisasi tersebut.
Berkenaan
dengan tahapan proses ini perlu dikenal adanya suatu kondisi tertentu dalam
organisasi yaitu fenomena kelompok formal dan informal dalam suatu organisasi.
Kelompok formal adalah kelompok yang dapat dilihat pada struktur organisasi
resmi yang dibentuk oleh manajemen untuk melaksanakan suatu tugas atau kegiatan
tertentu. Namun demikian dapat timbul suatu kelompok informal yang berbeda
dengan kelompok formal. Kelompok ini bisa membentuk struktur yang kuat dengan
pemimpin sendiri serta mungkin aturan-aturan sendiri pula.
Kelompok informal ini bisa mendukung organisasi tetapi
juga bisa menghambat organisasi. Tahapan pengawsan ini harus bisa
mengatasi kemungkinan hambatan dari kelompok informal ini. Bagaimana menjaga
hubungan antar individu dan juga antar kelompok formal-informal harus dilakukan
dengan baik.
6.
Pengendalian
Pengendalian
adalah proses penetapan apa yang telah dicapai, yaitu proses evaluasi kinerja,
dan jika diperlukan dilakukan perbaikan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Kegiatan ini sangat erat kaitannya dengan kegiatan perencanaan
sebab pada kegiatan pengendalian inilah dilihat apakah yag direncanakan
tersebut dapat dicapai atau tidak.
Proses
pengendalian tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Sebagai langkah pertama dilakukan pengukuran
terhadap kinerja yang telah ditampilkan dalam selang waktu pengendalian
tertentu.
2. Kemudian hasil yang dicapai tersebut dibandingkan
dengan standard yang telah ditetapkan dalam rencana untuk menentukan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
3. Apabila penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi masih berada dalam batasan-batasan yang diijinkan dalam rencana maka
proses manajemen terus dilakukan, jika tidak maka harus dilakukan
perbaikan-perbaikan terhadap rencana yang telah dibuat sehingga proses
manajemen berulang kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Stoner, James A.F. dan C. Wankel,
“Management”, 3rd ed., Englewood
Cliffs : Prentice Hall International, 1986.
Sukarno K., “Dasar-dasar Manajemen”,
Penerbit Miswar, 1985.
Terry, George R. dan S.G. Franklin,
“Principles of Management”, 8rd ed,, Homewood : Richard Irwin, Inc.,
1982.